INFO GEMPA TERKINI



Imagery ©2010 TerraMetrics - Terms of Use


MARI MEMBANGUN TASIKMALAYA DALAM KERANGKA PROFESIONALISME DAN PEMBERDAYAAN

Senin, 13 September 2010

PENGAMAN AN ARUS MUDIK LEBARAN TAHUN 2010

Dalam rangka pengamanan arus mudik lebaran 1431 H/Tahun 2010, Kesusyankes Dinkes TASIKMALAYA telah melakukan berbagai persiapan yang matang. Pemantauan dan pelayanan kesehatan dalam rangka antisipasi arus mudik dilaksanakan dengan menjalin kerjasama lintas sektoral, horisontal, dan vertikal. Di tingkat  Dinkes dilaksankan koordinasi dengan Polresta Kab. Tasikmalaya dan Polresta Kota Tasikmalaya, Dinas Perhubungan, Dinas PU, dan stke holder lainnya yang berkepentingan dalm rangka mensukseskan kegiatan mudik tersebut.

Seluruh Puseksmas se- Wilayah Dinkes Kabupaten Tasikmalaya dilibatkan secara aktif dengan memberlakukan jaga 24 jam selama H-7 dan H+7 hari lebaran. Seperti tahun-tahun sebelumnya kegiatan tersebut dibawah koordinasi langsung Bapak Kepala Dinkes Kab. Tasikmalaya.
Disamping itu, Kesusyankes Tasikmalaya juga menjalin kemitraan dengan Jamsostek Tasikmalaya yang mengambil tempat Posko di kawasan Gentong batas utara Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan tersebut meliputi pemantauan arus mudik, pelayanan kesehatan gratis bagi pemudik dan penyediaan rest area.Kegiatan tersebut berlangsung selama 4 hari sebelum hari Lebaran.

Rabu, 28 Juli 2010

RAPAT KOORDINASI/TEKNIS PELAKSANAAN KHITANAN MASAL

Pada hari Rabu tanggal 28 Juli 2010, bertempat di Aula Dinkeskab. Tasikmalaya diselenggarakan pertemuan koordinasi dan Teknis pelaksanaan Khitanan Masal yang rencananya akan dilaksanakan pada Hari Rabu taggal 4 Agustus 2010 di halaman Setda Kab. Tasikmalaya.


Hadir dalam pertemuan tersebut Seluruh Panitia pelaksana Teknis Medis Khitanan yang beranggotakan Staf Dinkes dan Pengurus dan Anggota PPNI Cabang Kab. Tasikmalaya.
Ketua PPNI Cabang Tasikmalaya, Bp. Dadan Hamdani,SKM yang juga Kepala Puskesmas Jamanis menyampaikan beberapa hal yang berkenaan dengan kebijakan pelaksanaan kegiatan tersebut dan urgensinya terhadap organisasi PPNI secara luas. Pelaksanaan khitanan secara teknis disampaikan dan dipandu oleh Bp.H.Asep dari Puskesmas Sukahening. Selaku Penanggungjawab Medis, dr.H.Syarhan,MM memberikan beberapa penjelasan mengenai kesiapan setiap pelaksana dan beberapa kegiatan Kesusyankes yang berhubungan dengan pengabdian kepada masyarakat. Pertemuan atau rapat tersebut di pandu langsung oleh Sekretaris PPNI Cabang kab. Tasikmalaya,Bp. H.Ijang Budiana, SKM,.MKM.

Rabu, 30 Juni 2010

KATARAK


Indonesia memiliki angka penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau lebih dari tiga juta orang menderita katarak. Sebagian besar penderita belum mampu melakukan operasi yang membutuhkan biaya sekitar Rp 4-5 juta. Termasuk di Wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Setiap tahun dilaksanakan Operasi Katarak Gratis bagi masyarakat kurang mampu. Yang pada tahun ini sumber pembiayaan berasal dari anggaran APBD II dan bantuan Gubernur Prop. Jawa Barat untuk program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin
Sebagian besar penderita katarak adalah lansia berusia 60 tahun ke atas. "Lansia yang mengalami kebutaan karena katarak tidak bisa mandiri dan bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Angka penderita katarak di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, karena daya beli masyarakat sangat rendah sehingga tidak sanggup membiayai operasi yang berkisar Rp 4-5 juta. Selain itu, tenaga medis ahli mata terbatas jumlahnya, sehingga tidak bisa menjangka u daerah Indonesia yang luas.
Alasan inilah yang melatarbelakangi Seksi Kesehatan Khusus Dinkes Kab. Tasikmalaya Jawa Barat, PERDAMI Bandung/RSM Cicendo(Dyah R. Kunti, dr.Sp.M, dkk) mengadakan operasi katarak massal terhadap 175 pasiem kurang mampu se-Kabupaten Tasikmalaya.
Dalam operasi ini, lensa mata  yang keruh dan menyebabkan kebutaan diganti dengan intra oculi lensa (IOL), sehingga bisa mendapatkan penglihatan normal kembali. "Bagi orang tidak mampu, hal ini sangat berarti, karena operasi katarak sangat mahal, sekitar Rp 4-5 juta.
Operasi katarak massal ini akan digelar pada tanggal 2 Juli 2010 RS Prasetya Bunda Tasikmalaya
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan, proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya metabolisme lensa. Katarak dapat menimbulkan kebutaan, tetapi kebutaan oleh katarak dapat ditanggulangi. Prevalensi kebutaan katarak di Indonesia sebesar 1,47% pada tahun 1994, dan yang terbesar karena katarak senilis/ ketuaan.
Penyebab:
1.      Cedera mata.
2.      Penyakit metabolic, misalnya Diabetes dan akibat penggunaan obat dalam waktu lama seperti kortikosteroid.
3.      Katarak congenital, katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir atau beberapa saat  kemudian. Katarak congenital bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh:
a.      Infeksi congenital: campak.
b.      Berhubungan dengan penyakit metabolic seperti galaktosemia.
Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah: penyakit metabolic yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada bayi ketika bayi masih dalam kandungan.
4.      Pada banyak kasus penyebab tidak diketahui.
5.      Katarak bisanya terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh factor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.

Terbentuknya Katarak

Suatu katarak terbentuk pada lensa mata yaitu struktur yang transparan (jernih) dibelakang iris (selaput berwarna yang mengelilingi pupil). Lensa menfokuskan sinar pada retina, selaput dibelakang mata yang sensitif terhadap sinar yang mengkonversi (merubah) impuls-impuls sinar kedalam signal-signal syaraf untuk menghasilkan gambar-gambar penglihatan yang jelas. Pengkabutan lensa, banyak menyerupai pencorengan minyak gemuk diatas sebuah lensa kamera, dapat berkembang pada umur berapa saja namun paling sering tampak pada orang-orang yang berumur lebih dari 42 tahun.
Kebanyakan katarak-katarak disebabkan oleh suatu perubahan dalam komposisi kimia lensa. Pada suatu persentase yang kecil dari kasus-kasus, perubahan-perubahan kimia disebabkan oleh suatu kerusakan enzim yang diturunkan atau diwariskan, trauma pada mata, diabetes, atau penggunaan dari obat-obat tertentu, seperti steroid prednisone.
Tepatnya mengapa katarak-katarak terjadi dengan umur tidak diketahui, namun radiasi ultraviolet, terutama dari matahari, diperkirakan memainkan suatu peran utama dalam menciptakan perubahan kimia pada lensa yang bertanggung jawab atas kebanyakan katarak-katarak. Bukti percobaan menyarankan bahwa radiasi UV dapat mengkabutkan lensa dengan membentuk fragmen-fragmen kimia yang sangat reaktif yang disebut "radikal bebas". Ini pada gilirannya mengacaukan atau mengganggu struktur lensa yang lembut. Tipe radiasi ultraviolet dari matahari disebut UVB- jenis yang menyebabkan pelepuhan terbakar matahari dan kanker kulit - diperkirakan adalah suatu faktor utama karena lensa menyerap sinar-sinar ini.
Tentu saja, pada suatu studi dari 838 nelayan Chesapeake Bay, Hugh Taylor, M.D., dari Johns Hopkins Hospital in Baltimore, Md., menemukan suatu hubungan yang kuat antara radiasi ultraviolet dan pembentukan katarak. Nelayan-nelayan dengan tingkat paparan radiasi ultraviolet paling tinggi mempunyai tiga kali risiko mendapatkan katarak dibanding dengan mereka dengan paparan yang paling lebih sedikit. Mereka dengan katarak-katarak mempunyai 20 persen lebih paparan pada sinar matahari setiap tahunnya dari kehidupannya. Studi-studi Taylor menyarankan bahwa katarak-katarak dapat decegah dengan menghindari paparan matahari antara jam 10 pagi dan jam 4 sore, ketika matahari bersinar paling kuat, dan dengan memakai topi yang lebar dan kacamata-kacamata hitam (sunglasses).
Suatu katarak dapat berkembang begitu perlahan bahwa seseorang mungkin tidak menyadari bahwa ia ada. Jika katarak berada pada pinggiran luar dari lensa, mungkin tidak ada perubahan dalam penglihatan yang tercatat. Pengkabutan dekat pusat (bagian tengah) lensa, bagaimanapun, biasanya mengganggu penglihatan yang jelas.

Gejala-Gejala Katarak

Gejala-gejala katarak termasuk penglihatan ganda atau kabur, kepekaan terhadap sinar dan cahaya yang menyilaukan (seperti matahari yang terik atau lampu-lampu besar mobil), persepsi warna yang kurang jelas, dan seringnya berganti-ganti kacamata yang diresepkan. Ketika katarak tumbuh memburuk, kacamata-kacamata yang lebih kuat tidak lagi memperbaiki penglihatan, meskipun memegang obyek-obyek lebih dekat ke mata mungkin membantu membaca dan bekerja yang dekat (close-up). Pupil, yang normalnya tampak hitam, mungkin menjalani perubahan-perubahan warna yang nyata dan tampak kekuningan atau putih.

Mendiagnosis Katarak

Katarak-katarak secara khas terdeteksi melalui suatu pemeriksaan medis mata. Dokter dapat melihat lensa abnormal menggunakan suatu alat penglihat yang dipegang dengan tangan (ophthalmoscope). Tes yang umum untuk ketajaman penglihatan, peta/tabel huruf mata, mungkin tidak, bagaimanapun, mencerminkan sifat dasar kehilangan penglihatan yang benar, kata American Academy of Ophthalmology. Tes-tes lain - yang mengukur kepekaan terhadap sinar yang menyilaukan, kepekaan kontras, penglihatan malam, penglihatan warna, dan penglihatan sekeliling atau tengah - membantu memakukan diagnosis.
Karena kebanyakan katarak-katarak yang berhubungan dengan umur berkembang secara perlahan, banyak pasien-paien mungkin tidak menyadari kehilangan penglihatannya sampai itu menjadi berat/parah. Beberapa katarak-katarak tetap kecil dan tidak pernah memerlukan perawatan, yang lain-lain tumbuh lebih cepat dan lebih besar secara progresif. Hanya ketika suatu katarak mengganggu secara serius aktivitas-aktivitas normal adalah waktunya untuk mempertimbangkan operasi, kata dokter. Orang-orang yang tergantung pada mata-mata mereka untuk bekerja, main dan aktivitas-aktivitas lain mungkin menginginkan katarak-katarak mereka diangkat lebih awal daripada mereka yang keperluan-keperluannya lebih tidak menuntut.
Sebagian besar katarak terjadi akibat proses penuaan, tetapi katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti 1,2 :
  1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
  2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
  3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
  4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
  5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.
Pembagian Katarak

• Katarak Senilis / Ketuaan, yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun, proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan/ degenaasi.
• Katarak Kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi, dan kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak Kongenital yang sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan 3 bulan pertama. Penyakit yang dapat menyebabkan katarak: Toksoplasmosis, dan Rubella/ German measle
• Katarak Traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur, biasanya karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama mengenai lensa.
• Katarak Komplikata, adalah katarak yang timbul pasca infeksi mata.

Katarak pada orang dewasa bisanya berhubungan dengan proses penuaan. Katarak pada dewasa dikelompokkan:
1.      Katarak Immatur: lensa masih memiliki bagian yang jernih.
2.      Katarak Imatur: Lensa seluruhnya sudak keruh

Penumpukan protein di lensa mata

Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein. Penumpukan protein pada lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa mata dan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke retina. Proses penumpukan protein ini berlangsung secara bertahap, sehingga pada tahap awal seseorang tidak merasakan keluhan/gangguan penglihatan. Pada proses selanjutnya penumpukan protein ini akan semakin meluas sehingga gangguan penglihatan akan semakin meluas dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan penyebab tersering yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut. 1

Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan-lahan seiring dengan pertambahan usia.

Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia, lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan buram/kabur) pada seseorang, tetapi tidak menghambat penghantaran cahaya ke retina. 1
Penanganan Katarak
Kebutaan katarak dapat diatasi dengan operasi yaitu pengambilan lensa keruh. Ada beberapa tekinik operasi yang dilakukan , yaitu:
1. Operasi dengan irisan luas dengan jahitan konvensional dan dengan irisan kecil tanpa jahitan lensa dikeluarkan dengan alat Phaceomulsifikasi (small incision surgy).
Pemilihan teknik operasi ini tergantung keras/ lunaknya lensa. Setelah lensa katarak diambil, penderita hanya dapat menhitung jari pada jarak 1 meter, kecuali penderita diganti lensanya.
Penggantian lensa ada dua cara yaitu:
• Penderita setelah dioperasi diberi kacamata atau lensa kontak positif ±10 dioptri.
• Penderita dipasang lensa tanam bersamaan waktu dilakukan operasi, keuntungannya adalah penderita setelah operasi penderita langsung dapat melihat jelas, tidak perlu memakai kacamata sangat tebal, lapang pandang penderita tetap luas dan distorsi sinar dapat dihilangkan.

Pilihan-Pilihan (Opsi-Opsi) Perawatan

Selama pemeriksaan diagnostik, seorang ahli mata (ophthalmologist) akan mengukur secara hati-hati bentuk, ukuran dan kesehatan umum mata untuk menentukan apakah suatu implantasi (penanaman) lensa akan efektif. Pada jumlah kasus-kasus yang relatif kecil dimana itu tidak akan, kaca-kaca mata atau contact lenses akan memperbaiki penglihatan setelah operasi katarak tradisional. Kaca-kaca, ketika digunakan bertahun-tahun, mempunyai kelemahan-kelemahan. Ketebalan mereka yang ekstrim membuat mereka tidak atraktif dan berat. Pembesaran dan distorsi dari gambar penglihatan menyebabkan obyek-obyek terlihat lebih dekat dan 25 persen lebih besar daripada mereka sebetulnya. Penglihatan sekeliling mungkin berkurang. Contact lenses menyediakan penglihatan yang cukup baik, namun banyak orang-orang tua mempunyai kesulitan memasukkan, mengeluarkan, dan membersihkan mereka.
Suatu IOL yang ditanam biasanya adalah penggantian yang terbaik. Karena penanaman ditempatkan pada atau dekat posisis asal dari lensa alami yang diangkat, penglihatan dipulihkan kembali dengan penglihatan sekeliling dan persepsi kedalaman yang baik namun dengan pembesaran dan distorsi yang minimal.
Beberapa ahli-ahli memperkirakan bahwa sekitar 88 dari setiap 100 orang yang menerima IOL akan mencapai penglihatan 20/40 atau lebih baik. Seorang individu dengan penglihatan 20/40 dapat membaca huruf-huruf pada suatu peta huruf mata dari jarak 20 kaki, dimana seorang dengan penglihatan normal 20/20 dapat membaca peta dari jarak 40 kaki; penglihatan 20/40 adalah cukup baik untuk mendapat suatu ijin mengemudi pada kebanyakan negara bagian. Diantara mereka yang tidak mempunyai penyakit-penyakit mata lain, sekitar 94 dari 100 akan mencapai penglihatan 20/40.
IOL tetap secara permanen ditempat, tidak memerlukan pemeliharaan atau penanganan, dan tidak dirasakan baik oleh pasien maupun diperhatikan oleh orang lain. Kacamata-kacamata dengan lensa-lensa yang tipis untuk penglihatan dekat atau jauh mungkin masih diperlukan, namun kaca-kaca yang tebal tidak diperlukan. Seorang dokter dapat menentukan resep penanaman (implantasi) yang memadai dengan suatu alat ultrasound yang mengukur panjang mata dan lekukan kornea (corneal curvature). Pengukuran-pengukuran ini digabungkan oleh komputer untuk menghitung kekuatan lensa yang diperlukan.
Prosedur Penanaman (Implantasi) Lensa Intraokular (IOL)
Prosedur operasi standar, yang mencakup batasan biaya dari $3,000 sampai $5,000, dilakukan di rumah sakit atau ruang praktek dokter. Mengintai melalui suatu mikroskop operasi, ahli bedah membuat suatu sayatan kecil yang melengkung pada kornea - permukaan mata. Kemudian lensa yang berkabut dipotong/dilepaskan dengan suatu jarum yang tipis dan disedot keluar, meninggalakan secara utuh dinding belakang dari kapsul yang transparan yang mengelilingi lensa.
Ada tiga tipe operasi untuk mengangkat lensa-lensa yang mempunyai suatu katarak:
  1. Operasi ekstrakapsular (Extracapsular surgery). Ahli bedah mata mengangkat lensa, meninggalkan separuh belakang dari kapsul (penutup/pelapis bagian luar lensa).
  2. Phacoemulsification (dibaca FAY-co-ee-mul-sih-fih-CAY-shun). Pada tipe operasi ekstrakapsular ini, ahli bedah melunakkan lensa dengan gelombang-gelombang suara dan mengangkatnya melalui suatu jarum. Separuh belakang dari kapsul lensa ditinggalkan.
  3. Operasi Intrakapsular (Intracapsular surgery). Ahli bedah mengangkat seluruh lensa, termasuk kapsulnya. Metode ini jarang digunakan.
Ahli bedah memperbesar sayatan asli, dan lensa baru - suatu cakram plastik keras yang jernih - kemudian diselipkan kedalam dibelakang iris keatas pada dinding belakang kapsul. Dua lengan-lengan yang berbentuk "c" yang kecil sekali dilekatkan pada lensa yang akhirnya menjadi bekas luka kedalam bagian dari mata dan memegang lensa secara kokoh pada tempatnya. Sayatan ditutup dengan 7 sampai 10 jahitan-jahitan yang hampir tidak terlihat dari nylon atau sutra yang halus.
Pada suatu metode yang lebih baru, suatu ultrasonic probe memasuki potongan/sayatan pada kornea dan getaran-getaran berkecepatan tinggi memecah lensa kedalam bintik-bintik mikroskopik yang kemudian diangkat dengan penyedotan. Suatu lensa plastik yang dilipat yang bergaris tengah seperempat inch dapat dimasukkan melalui sayatan dengan suatu alat yang menyerupai gunting yang disebut suatu injector dan diposisikan dibelakang pupil terhadap dinding kapsul. Sekali ditempat, injector diangkat dan lensa terbuka.
Beberapa pabrikan juga mengembangkan bifocal IOLS, yang mungkin mengeliminasi keperluan pada beberapa pasien-pasien untuk kacamata-kacamata yang diresepkan setelah operasi.
Prosedur untuk mengangkat lensa alami dan menggantikannya dengan suatu yang sintetik dilakukan dibawah suatu pembiusan keseluruhan atau lokal dengan suntikan-suntikan yang dilakukan pada otot-otot sekeliling mata. Proses pemulihan memakan waktu beberapa jam di rumah sakit; pada sedikit kasus-kasus, ia mungkin memerlukan tinggal semalaman. Pasien memakai suatu pelindung metal pada matanya waktu malam; kacamata-kacamata hitam yang membungkus sekelilingnya direkomendasikan selama seharian.
Yang Terjadi Setelah Prosedur IOL
Dalam waktu beberapa hari dari operasi, kebanyakan orang-orang kembali bekerja. Pada beberapa kunjungan-kunjungan ke tempat praktek dokter selama enam sampai delapan minggu pertama setelah operasi, dokter akan memeriksa infeksi-infeksi atau komplikasi-komplikasi lain dan mencocokkan pasien pada kacamata-kacamata membaca. Penglihatan membaik secara signifikan pada 95 sampai 98 persen kasus-kasus.
Bagaimanapun, hasil-hasil dari operasi adalah tidak selalu bebas kecemasan. Setelah penanaman IOL, suatu pengkabutan kapsul lensa, dikenal sebagai suatu "katarak sekunder", terjadi pada kira-kira 40 persen kasus-kasus. Untuk memulihkan penglihatan, suatu laser berdenyut yttrium, aluminum, garnet (YAG) digunakan untuk menghasilkan suatu lubang non-thermally, dengan "optical breakdown." pada kapsul untuk mengizinkan jalan lintasan yang normal dari sinar-sinar kembali pada retina. Prosedur yang tidak menyakitkan ini memakan waktu beberapa menit; perbaikan biasanya adalah segera. Persoalan-persoalan lain yang mungkin terjadi pada suatu persentase kecil dari pasien-pasien termasuk pembengkakkan kornea, glaukoma, dan pembengkakan retina, yang mendistorsi penglihatan.
Pada waktu dimana lebih banyak dari yang pernah ada orang-orang Amerika yang lebih tua menantikan tahun-tahun kehidupan mereka yang aktif didepan mereka, IOLs dengan jelas menawarkan harapan dan suatu kehidupan yang lebih baik.
Pencegahan
Radiasi ultraviolet adalah tidak terlihat dan tidak dapat dirasakan, namun paparan jangka panjang padanya mungkin dikaitkan dengan pengembangan katarak-katarak. Paparan jangka pendek pada sinar ultraviolet yang sangat intensif - seperti ketika anda berada pada suatu lereng ski - dapat menghasilkan photokeratitis, juga disebut actinic keratopathy atau kebutaan salju (snow blindness). Bahkan ada beberapa bukti-bukti radiasi ultraviolet mungkin merusak retina mata.
Pada musim semi tahun 1990, suatu program memberikan etiket/label secara sukarela yang baru yang dikembangkan oleh Sunglass Association of America dalam kerjasama dengan Food and Drug Administration diharapak tersedia untuk memberitahu konsumen-konsumen berapa banyak perlindungan UV mereka dapat harapkan dari kacamata-kacamata hitam yang tidak diresepkan.
Program pemberian etiket/label secara sukarela meminta pabrikan-pabrikan untuk memasang suatu etiket/label pada kacamata-kacamata hitam yang mengspesifikasi tingkat perlindungan dari dua tipe sinar ultraviolet: radiasi ultraviolet A (UVA) yang panjang gelombangnya lebih panjang dan sinar-sinar ultraviolet B (UVB) yang panjang gelombangnya lebih pendek. Standar-standarnya dikembangkan pada tahun 1986 oleh American National Standards Institute in New York City melalui konsultasi dengan ahli-ahli dan pendidik-pendidik layanan mata, ilmuwan-ilmuwan peneliti, industri, dan para agen militer dan para agen pemerintah lain. Standar-standar pelabelan adalah satu-satunya pernyataan yang diakui pada kekayaan dan prestasi/dayaguna dari kacamata-kacamata hitam.
Katagori-katagori yang berbeda menggambarkan tingkat-tingkat perlindungan yang minimum dan diciptakan untuk membantu konsumen-konsumen mengambil kacamata-kacamata yang terbaik untuk tipe-tipe aktivitas yang mereka rencanakan:
  • Kosmetik: Untuk sinar matahari yang tidak keras dan penggunaan sekitar kota seperti pergi berbelanja. Ini akan memblokir paling sedikit 70 persen UVB, 20 persen UVA, dan kurang dari 60 persen sinar yang terlihat.
  • Tujuan Umum: Untuk kebanyakan aktivitas-aktivitas diluar rumah seperti berperahu, terbang, gerak jalan, piknik, dan tamasya-tamasya pantai. Mereka juga dapat digunakan untuk tempat-tempat kejadian salju. Mereka akan memblokir paling sedikit 95 persen UVB, paling sedikit 60 persen UVA, dan dari 60 sampai 92 persen dari sinar yang terlihat.
  • Tujuan Khusus: Untuk lingkungan-lingkungan yang terang seperti pantai-pantai tropis dan lereng-lereng ski dan untuk aktivitas-aktivitas seperti memanjat gunung. Mereka akan memblokir paling sedikit 99 persen UVB dan 60 persen UVA, sebagai tambahan pada dari 20 sampai 97 persen dari sinar yang terlihat.
Jumlah dari sinar yang menyilaukan yang terlihat yang diblokir oleh kacamata-kacamata hitam tergantung pada kegelapan dari lensa-lensa. Bentuk-bentuk yang lebih gelap dari kacamata-kacamat untuk tujuan tertentu dimaksudkan untuk suatu tingkat keterangan yang tinggi, dimana bentuk-betuk yang lebih terang dapat digunkan untuk situasi-situasi yang kurang terang - seperti main ski pada suatu hari yang berawan.
Sebagai tambahan, didalam katagori-katagori, cari persentasi sebenarnya dari radiasi UV matahari yang diakui diblokir oleh setiap model kacamata-kacamata tertentu. Lebih besar pemblokiran, lebih rendah risiko kerusakan UV pada mata.
Thomas Loomis, direktur teknik dari asosiasi kacamata Amerika, menawarkan nasehat ini ketika membeli kacamata-kacamata hitam yang tidak diresepkan:
Pertama, tentukan tujuannya, warna dan mode/fashion yang anda inginkan. Sekali anda telah membuat suatu pilihan, pegang kacamatanya keatas pada jarak sepanjang lengan tangan dan lihat melaluinya pada suatu obyek dengan suatu perbatasan yang lurus, seperti suatu rangka jendela atau pintu. Gerakan kacamata secara perlahan melaui garis. Jika tampaknya bergoyang, berayun atau menlengkung, lensa-lensa mengandung suatu kerusakan optik dan harus digantikan dengan pasangan lainnya.
Karena 8 persen dari pria-pria dan dan 3 persen dari wanita-wanita mempunyai suatu kerusakan penglihatan warna, pastikan kacamata-kacamata tidak mendistorsikan warna-warna dari tanda lalu lintas. Bayar untuk kacamata-kacamata, kata Loomis, jalan keluar dari toko dan lakukan tes anda sendiri. Jika mereka mendistorsi warna-warna, tukarkan mereka dengan pasangan yang lain.
Sumber: Kesus Dinkeskab Tasikmalaya, Insepar Foundation,Total kesehatan.com, Rumah Sehat, RS Mata Dr.YAP,  Fortune Star
Blog: inseparfoundation.wordpress.com
Email:insepar_foundation@yahoo.com



Sabtu, 26 Juni 2010

PELAPORAN AWAL BENCANA (FORM B-1)

SEHUBUNGAN TERJADINYA BENCANA TEKTONIK PADA HARI SABTU TGL 26 JUNI 2010 JAM 16.40 WIB MAG: 6,3 SR LOK: 8.37 LS-107.98 BT 118 KM BARAT DAYA TASIKMALAYA KEDALAMAN 34 KM, MAKA DENGAN INI DISAMPAIKAN AGAR SELURUH BAPAK/IBU KEPALA PUSEKESMAS SE-KABUPATEN TASIKMALAYA UNTUK SEGERA MEMBERIKAN LAPORAN RESMI/TERTULIS DENGAN MENGGUNAKAN FORMAT B-1 (FORM PELAPORAN AWAL KEJADIAN BENCANA). DIKUMPULKAN SELAMBAT-LAMBATNYA PADA HARI SENIN TGL 28 JUNI 2010 DI DKK/KESUS. (dr.H.Syarhan,MM-Koord. Penganggulangan Krisis kesehatan Dinkeskab Tasikmalaya)

Sabtu, 29 Mei 2010

KESEHATAN JIWA BERPERAN PENTING DALAM PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MILLENIUM

Menurut Menkes, penelitian yang dilakukan di beberapa tempat di Jawa Barat menunjukkan, ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas 36% diantaranya menunjukkan gejala mental emosional, dengan keadaan seperti itu patut diduga bahwa ibu tidak merawat kehamilanya dengan baik.
Akibatnya, ibu tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan terencana sehingga dapat meningkatkan kematian anak.
Karena itu, konseling kesehatan jiwa yang terintegrasi dalam kegiatan pelayanan kebidanan akan memberi pengetahuan dan motivasi untuk memelihara kehamilan dengan penuh tanggung jawab sehingga dengan sendirinya akan mengurangi angka kematian anak dan ibu.
Selanjutnya dikatakan, kondisi kejiwaan seorang ibu sangat mempengaruhi dalam menjalankan perannya sebagai seorang wanita yaitu melahirkan, menyusui dan mengasuh anak, beberapa kasus di masyarakat menunjukkan pentingnya pemahaman kesehatan jiwa untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan akibat lemahnya kondisi kejiwaan seorang ibu.
Menkes menegaskan, kesehatan jiwa juga sangat penting dalam memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Sebagai contoh penggunaan NAPZA suntik meningkat dari 22,2% pada tahun 2001 menjadi 46,9% pada tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 61,8 % pada tahun 2003.
Penularan HIV/AIDS meningkat melalui jarum suntik dari 0,65% pada tahun 1995 menjadi berkisar 33,01% pada tahun 2004.
Kementerian Kesehatan memberikan perhatian khusus penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA melalui Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa dan Direktorat Pencegahan dan Penaggulangan Penyakit Menular dan Tidak Menular dalam pemberantasan penyakit menular dan tidak menular.
Menkes menegaskan seruan memperkuat kerjasana global dan solidaritas untuk meraih MDGs sudah selayaknya secara nasional ditangkap untuk mewujudkan MDGs di Indonesia.
Kementerian Kesehatan mengarahkan pembangunan kesehatan melalui peningkatan upaya promotif dan preventif disamping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat dilakukan dengan penekanan untuk hidup sehat melalui pencegahan penyakit menular maupun tidak menular, hal itu dilakukan dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini, ujar Menkes.
Seminar dibuka Plt Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI, DR. dr. Sutoto, Mkes, diikuti sekitar 200 orang dari Kementerian Kesehatan, RS Vertikal dan Umum, dan lintas sektor seperti Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, RS Jiwa seluruh Indonesia, dan Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran seluruh Indonesia.
Dalam seminar menghadirkan 7 pembicara yaitu : Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Farid Moeloek, Sp.M(K), Duta MDGs dengan topik : Overview pelaksanaan dan pencapaian target pembangunan Millenium 2000-2009, dr. Ratna Rosita, MPHM, Sekretaris Jenderal, Kemkes RI dengan topik : Upaya percepatan pencapaian target pembangunan Millenium, dr. Budiharja, MPH, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Kemkes RI dengan topik : Peranan kesehatan dalam pencapaian target pembangunan Millenium, tantangan dan hambatan, Prof. Harry Minas, University of Melbourne dengan topik : Peran kesehatan jiwa dalam pencapaian target pembangunan Millenium, Linda Amalia Sari, S.IP, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan topik : Menjawab isu gender, pendekatan kesehatan jiwa, Dr. Nafsiah Ben Mboi, Komisi Penanggulangan AIDS dengan topik : Peran kesehatan jiwa dalam memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, Prof. Ascobat Gani, MPH, Dr.PH, FKM-UI dengan topik Kesehatan jiwa dan kemiskinan : Tinjauan kesehatan jiwa dari aspek ekonomi.
DR. dr. Sutoto dalam sambutannya menyatakan Sidang Komite Pembangunan (Development Committee) Bank Dunia menilai kinerja Indonesia dalam upaya pencapaian target Pembangunan Milenium (MDGs) sudah baik. Namun masih ada beberapa saran perbaikan mendesak di sejumlah hal, untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang yaitu dengan mengkaji ulang langkah strategis yang telah dilakukan.
Menurut dr. Sutoto, dampak gangguan jiwa pada masyarakat sangat besar dan luas, karena kehilangan waktu produktif serta memerlukan biaya pengobatan dan perawatan. Beban akibat gangguan yang bersifat kronik dan ketidakmampuan yang diakibatkan penyakit dihitung melalui metode Global Burden of Disease dengan indikator DALY (Disability Adjusted Life Years) atau hilangnya waktu produktif. Pada tahun 2000 angka DALY 12,3% dan diproyeksikan meningkat menjadi 15% pada tahun 2020.

Jumat, 21 Mei 2010

RAPAT EVALUASI DAN KOORDINASI PEMERIKSAAN KESEHATAN HAJI 2010

Pada hari Rabu tanggal 19 Mei 2010, bertempat di Gedung Koperasi Kesehatan Tasikmalaya, Seksi Kesehatan Khusus Dinkes kab. Tasikmalaya menggelar Rapat Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Pemeriksaan Haji Tahun 2009 dan Tahun 2010. Pada Kesempatan tersebut dihadirkan para Dokter dan Perawat Pemeriksa se-Kabupaten Tasikmalaya. Acara di mulai dengan pembukaan dan pengarahan dari Bapak Kepala Dinas kesehatan Kab. Tasikmalaya yang diwakili oleh Bapak Sekdin Kesehatan kab. Tasikmalaya (dr.H.Tanto Rahmanto, M.Kes). Hadir juga perwakilan dari Bidang P2P dalam hal ini Kepala Seksi Pengamatan dan pencegahan Penyakit (Bp.H.Nana Supriatna,M.Kes). Acara berlangsung cukup baik. Para pembicara/pemateri dan peserta sangat aktif dalam diskusi dan memberikan tanggapan serta saran untuk perbaikan pelayanan pemeriksaan haji tahun 2010.
 

Untuk evaluasi kegiatan haji tahun 2009, bertindak sebagai pemateri adalah Bp.dr.H.A Ahmad Nurdin. Dokter yang juga Kepala Puskesmas Salawu ini, pada tahun 2009 bertugas sebagai Tim Pemeriksa Kesehatan Calhaj Tahap I dan II, juga berkesempatan sebagai TKHI pada tahun yang sama. Pengalaman nya menambah lengkap penjelasan tentang evaluasi pemeriksaan Calhaj dan harapannya terhadap pemeriksaan haji tahun 2010 dan pelayanan bagi calon TKHI 2010.

Bp. Subagia,S.Sos,MM.Kes, menjelaskan mengenai Permenkes Tahun 2008 tentang Pemeriksaan calhaj, yang baru mulai diberlakukan pada tahun ini. Dari penjelasannya terungkap beberapa perubahan tentang pelayanan pemeriksaan haji untuk tahun 2010 yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Acara ditutup dengan penjelasan mengenai Prosedur Rekruitmen TKHI/PPIH di Jawa Barat, dan penjelasan tentang pelaksanaan Pelatihan Pemeriksaan haji yang dilaksanakan oleh Pusat Pelatihan Tenaga Kesehatan Pusat Ciloto yang diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari dokter-dokter dan perawat pemeriksa dari 30 kecamatan se-Kabupaten Tasikmalaya. Yang akan berlangsung di Kota Cirebon dari tanggal 31 Mei 2010 hingga tanggal 3 Juni 2010. Insya Allah. Amin

Minggu, 02 Mei 2010

GALUNGGUNG DALAM THE MEMORY OF GALUNGGUNG ‘82’

Kami (Tim Kesus, Tim Medis Puskesmas Sukaratu, Tim Puskesmas Padakembang, Bp. Ayi Sanusi, Bp Afids, Bp Tedi Cahyadi, Bp Asep, dan Bp Rahmat Karsana) memenuhi tugas dalam rangka mensukseskan kegiatan “The Memory Of Galunggung ‘82”, yang diselenggarakan di Cipanas atau di Kawasan Gunung Galunggung, Kab. Tasikmalaya.
Alhamdulillah, kegiatan tersebut berlangsung dengan sukses, artinya bagi kami tim kesehatan, tidak adanya peserta yang sakit atau kecelakaan baik ringan maupun berat.
Dalam acara tersebut dilaksanakan berbagai kegiatan kreatif seperti: Pameran, jalan santai, parade Sepeda Onthel dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari negeri tetangga, live music, paralayang, dan tentu kegiatan menapaki puncak Galunggung melalui anak tangga yang berjumlah sekitar 620 hingga puncak.

Tentang ‘SEPEDA ONTHEL’
Sepeda pertamakali dibuat dinegara Prancis pada tahun 1791. Ada yang mengatakan bermula di Inggris tahun 1970. Pada tahun 1817 Baron Von Drais de Sauerbrun membuat sepeda kayu tanpa pedal yang pertama. Tahun 1839, sepeda pertama yang menggunakan pedal dibuat. Sepeda masuk ke Indonesia sekitar abad ke-20 atau sekitar tahun 1910 .Sepeda yang datang tersebut dibawah lansung oleh sang penjajah.
Pada kegiatan tersebut juga dimeriahkan oleh kehadiran para pemilik sepeda lawas yaitu Sepeda Onthel. Onthel artinya di kayuh yang merupakan jenis sepeda lawas yang masih bertahan dan tetap digunakan dalam kegiatan tertentu melalui aktivitas organisasi sepeda lawas ini. Yang hadir jumlah cukup banyak, sekitar 100-200 an sepeda.

Dari sekian merek sepeda onthel yang pernah beredar di Indonesia hanya ada 3 merek yang masih bertahan sampai sekarang, yaitu: Gazelle, Batavus, dan Releigh. Gazelle dan Batavus merupakan merek Belanda yang masih diproduksi hingga sekarang. Pemakai sepeda Onthel memakai topi kas yang disebut topi demang yang biasanya dipakai oleh pegawai kantor pemerintah waktu jaman penjajahan Belanda.
Sumber: Tim Kesus kab. Tasikmalaya, dan informasi dari berbagai sumber.

Selasa, 20 April 2010

PERTEMUAN SOSIALISASI DUKUNGAN PSIKOLOGIS AWAL (DPA) DI DAERAH RAWAN BENCANA


Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat mengadakan sosialisasi Dukungan Psikologis Awal di daerah bencana, yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 April 2010 bertempat di Aula Dinkes Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.

Dipilihnya Kabupaten Tasikmalaya sebagai tempat kegiatan tersebut karena Kabupaten Tasikmalaya termasuk daerah yang rawan bencana di Jawa Barat bersama-sama dengan daerah/Kabupaten  lainnya. Sehingga perlu dipersiapkan SDM yang bisa menangani  masalah psikologis tersebut.
Pertemuan di buka oleh Bapak dr.H.Tanto rachmanto, M.Kes mewakili Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya. Moderator dr.H.Syarhan dan Bapak Subagia, SKM,MM.Kes.

Pembicara dari RSJ ada 3 orang/Staf, yaitu: dr Meutia Laksminingrum, SpKJ, dra. Enok Komariah, M.Kes, dan dra Lismainar, Psi,M.Pd. , dalam kesempatan itu peserta adalah  sejumlah dokter, perawat (Petugas Kes.Jiwa), dan para Kepala Puskesmas Se-Kabupaten Tasikmalaya.
DPA: Suatu cara untuk memberikan dukungan emosional dan membantu orang dari berbagai latar belakang (usia, etnik, budaya, dan sosek).
Materi yang dibicarakan adalah:
1. Dampak Psikologis bencana/Non Fisik
2. Diskusi Kasus
3. Penanganan /Dukungan Psikologis awal
4. DPA oleh keluarga, teman, relawan.
Kondisi yang diciptakan DPA:
1. Rasa Aman (safety)
2. Ketenangan & Kenyamanan
3. Sikap Positif
4. Harapan (Hopelfullness)

Dukungan psikologis awal biasanya dimulai pada minggu ke-2 pasca bencana dan ini terjadi biasanya setelah tanggap darurat. Pada saat inilah diperlukan DPA (Dukungan Psikologis Awal). Pelaksana DPA ini, paling baik adalah orang yang berada dekat dari korban, termasuk kelurga korban itu sendiri yang dianggap mampu sebagai motivator dalam lingkungannya.
Topik yang menarik juga adalah Perasaan Kehilangan (Loss), yang merupakan stimulan awal terjadinya gangguan psikologis awal. Dalam kegiatan tersebut setiap sesi di adakan telaah dan pembahasan kasus-kasus, rollplay, dan tanya jawab mengenai berbagai alasan atau wacana yang berkembang selama  pertemuan.
Insya Allah, pertemuan serupa akan digelar kembali utnuk membahas beberapa topik atau kajian yang belum diselesaikan dengan  peserta tetap yang ikut pada hari ini.
Sumber: Seksi Kesus

Jumat, 16 April 2010

SISTEM INFORMASI PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA (SIPKK-AB)


PENGERTIAN
Sistem Informasi
Kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu (Turban et al, 1997)
Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (SIPKK-AB)
Rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi yang terkait dengan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
LATAR BELAKANG
Utk penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana perlu di dukung oleh informasi cepat, tepat dan akurat. (Kesusyankestasikmalaya: plus UP DATE)

Utk mendapatkan informasi yang cepat, tepat, dan akurat perlu pengembangan Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (SIPKK-AB)
Pengelolaan data informasi terkait PKK-AB masih belum optimal
Pedoman SIPKK-AB berdasarkan Kepmenkes No. 064/Menkes/SK/II/2006
JENIS INFORMASI DAN WAKTU PENYAMPAIAN
Pra Bencana
Informasi yg dibutuhkan (dlm bentuk profil):
1. Gambaran umum wilayah
Peta rawan bencana
Aksesibilitas
Informasi bencana yg pernah terjadi
2. Upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan : sumber daya,
pengorganisasian, kegiatan dll
3. Upaya tanggap darurat dan pemulihan yang pernah dilakukan
4. Pengelolaan data dan informasi
5. Informasi dikumpulkan setahun sekali (Jan – April)Saat dan Pasca Bencana
Informasi Pada Awal Terjadinya Bencana
Informasi yang dibutuhkan pada awal terjadinya bencana (Form B-1 dan B-4) disampaikan segera setelah kejadian awal diketahui.
1. Informasi Penilaian Kebutuhan Cepat
Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisis akibat bencana dilakukan segera setelah informasi awal diterima (Form B-2)
2. Informasi Perkembangan Kejadian
Dikumpulkan/diinformasikan setiap kali terjadi perkembangan informasi penanggulangan (Form B-3)
SUMBER INFORMASI
A. Pra Bencana
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Instansi Terkait, Puskesmas
B. Pada saat dan pasca bencana
- Informasi pada awal kejadian bencana, bersumber dari: masyarakat, Sarana Pelayanan Kesehatan, Dinkes Prov/Kab/Kota, lintas sektor
- Informasi penilaian kebutuhan cepat dikumpulkan oleh Tim, bersumber dari : masyarakat, Sarana Pelayanan Kesehatan, Dinkes Prov/Kab/Kota, lintas sektor
- Informasi perkembangan kejadian bencana, bersumber dari ; institusi kesehatan di lokasi bencana (pusk, RS, Dinkes)

MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI
Telepon dan faksimili
Radio komunikasi (SSB, HT, dll)
Handphone (sms gate-way)
E-mail (ppkdepkes@yahoo.com)
On line melalui web-site
PENGORGANISASIAN
A. Puskesmas
Penanggung Jawab : Kepala Puskesmas
Pelaksana Teknis : Staf Puskesmas yg ditunjuk
Tenaga pelaksana teknis : minimal setingkat SMU yg memiliki
kemampuan dlm

pengelolaan data dan info
Sarana dan Prasarana : Memanfaatkan sarana info
dan komunikasi yg ada
Koordinasi : linsek, LSM, swasta potensial
B. Kab/Kota
Penanggung Jawab : Kadinkes
Pelaksana Teknis : unit kerja sesuai tupoksi
Tenaga pelaksana teknis : minimal setingkat D3 yg memiliki kemampuan dlm
pengelolaan data dan info
Sarana dan Prasarana : Memanfaatkan sarana info dan komunikasi
yang di daerah bencana kab/kota setempat
Koordinasi : linsek, LSM, swasta potensial
C. Provinsi
Penanggung Jawab : Kadinkes
Pelaksana Teknis : unit kerja sesuai tupoksi
Tenaga pelaksana teknis : minimal setingkat S1 yg memiliki
kemampuan dlm
pengelolaan data dan info
Sarana dan Prasarana : Memanfaatkan sarana info dan komunikasi
yg ada
Koordinasi : linsek, LSM, swasta potensial
D. Pusat
Penanggung Jawab : Kepala PPK
Pelaksana Teknis : unit kerja sesuai tupoksi
(Bidang Pemantauan dan Informasi)
Tenaga pelaksana teknis : minimal setingkat S1 yg memiliki
kemampuan dlm pengelolaan data dan info
Sarana dan Prasarana : Memanfaatkan sarana info dan komunikasi
yg ada
Koordinasi : linsek, LSM, swasta potensial

Permasalahan Pelaksanaan
- Blm semua jenis bencana yg terjadi tersedia informasinya (mis : kebakaran pemukiman, teror/konflik dll)
- Kadang informasi tersedia bila diminta (blm secara otomatis tersampaikan secara berjenjang)
- Masih ada petugas yang tdk bisa dihubungi setiap saat
- Informasi yang ada sering tdk lengkap
- Informasi kadang terlambat Permasalahan Pelaksanaan
- Sarana pengelolaan data informasi msh kurang (blm menjadi prioritas daerah)
- Adanya informasi yang “hilang” begitu ada pergantian pengelola program di daerah
- Masih minimnya daerah menyelenggarakan peningkatan kemampuan sdm pengelola data
informasi PKK-AB

UPAYA YANG DILAKUKAN
Sosialisasi program dan pedoman (prov/kab/kota)
Penyebarluasan buku pedoman
Penyusunan laporan : bulanan dan tahunan
Penyusunan profil PKK-AB (tahunan)
Penyusunan pedoman profil PKK-AB Kab/Kota

UPAYA YANG DILAKUKAN
1. Pengembangan web-site (www.ppk-depkes.org)
2. Pengembangan pelaporan on-line (http://202.70.136.91/sippk ≈ www.ppk-
depkes.go.id/sippk)
3. Pengembangan sms-gateway dng sistem GSM (no. 081385904444)
4. Penyediaan informasi dini gempa dan tsunami regional Medan, Makassar dan Manado
5. Pengadaan sarana komunikasi
6. Pengadaan pengelolaan data dan informasi
7. Pertemuan evaluasi

RANAH HUKUM KEGIATAN PENAGGULANGAN BENCANA
Salah satu prinsip penanggulangan bencana adalah cepat dan tepat
UU No. 24/2007 ps 27 ayat 3
Setiap org berkewajiban memberikan informasi yg benar kpd publik ttg penanggulangan bencana
PP No. 21/2008 ps 16 ayat 2 poin f
Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan terkait penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran protap tanggap darurat bencana dilakukan instansi/lembaga yg berwenang baik secara teknis maupun adm. dikoordinasikan oleh BNPB/BPBD
PP 21/2008 ps 22 ayat 2
Pengkajian secara cpt dan tpt utk menentukan kebutuhan dan tindakan yg tepat dlm PB pd saat tanggap darurat dilakukan oleh tim kaji cpt berdasarkan penugasan Kepala BNPB/BPBD sesuai dng kewenangannya
PP 21/2008 ps 27 ayat 1
Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB/BPBD sesuai dng lokasi dan tingkatan bencananya, meminta kpd instansi/lembaga terkait utk mengirimkan sdm, peralatan dan logistik ke lokasi bencana
PP 21/2008 ps 27 ayat 2
Berdasarkan permintaan, instansi/lembaga terkait, wajib segera mengirimkan dan memobilisasi
PP 21/2008 ps 27 ayat 3
Instansi/lembaga terkait menunjuk seorang pejabat sbg wakil yg diberi kewenangan utk mengambil keputusan
PP 21/2008 ps 47 ayat 1
Dlm status darurat Kepala BNPB/BPBD sesuai kewenangannya mempunyai kemudahan akses berupa komando utk memerintahkan sektor/lembaga dlm satu komando
PP 21/2008 ps 47 ayat 2
Kepala BNPB/BPBD menunjuk seorang pejabat sbg komandan penanganan darurat bencana
PP 21/2008 ps 47 ayat 3
Komandan penanganan darurat bencana berwenang mengendalikan para pejabat yg mewakili instansi/lembaga terkait
PP 21/2008 ps 48 ayat 1
Dlm status darurat, Komandan penanganan darurat bencana mengaktifkan dan meningkatkan pusdalops menjadi pos komando tanggap darurat bencana
PP 21/2008 ps 48 ayat 2
Pos komando berfungsi utk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi penanganan tanggap darurat bencana
PP 21/2008 ps 48 ayat 3
Pos komando merupakan institusi yg berwenang memberikan data dan informasi ttg penanganan tanggap darurat bencana
PP 21/2008 ps 60 dan 79
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh iinstansi/lembaga terkait yg dikoordinasikan oleh BNPB/BPBD

Rabu, 14 April 2010

TASIKMALAYA DI TERJANG ANGIN PUTING BELIUNG

Tepatnya, pada hari Selasa tanggal 13 April 2010 angin puting beliung menerjang beberapa daerah warga di Kecamatan Tangjungjaya dan Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Akibat peristiwa tersebut ada 11 rumah warga yang mengalami rusak ringan hingga berat. Di Kecamatan Mangunreja ada 4 rumah yang rusak ringan. Di Kecamatan Tangjungjaya: kampung Babakan desa Margajaya Kecamatan Tanjungjaya ada 7 rumah yang mengalami kerusakan bahkan ada 1 rumah yang rusak berat, DI Kampung Cisonggon, Lembur Sumur, Pasar Sononon, Legok Pojok, Rancak sirem desa Cintaraja ada 216 rumah yang rusak ringan dan 4 rumah yang rusak berat.

Korban jiwa, Alhamdulillah tidak ada. Kepala Puskesmas Tanjungjaya Bapak Doni Sudrajat, SIP, telah menurunkan petugasnya dan melaksanakan pengobatan gratis terhadap sekitar 100 korban yang mengalami gangguan fisik dan mental.

Tim Penanggulangan Bencana Dinkes Kab. Tasikmalaya telah melakukan RHA dan melakukan koordinasi dengan Pusekesmas Mangunreja dan Puskesmas Tanjungjaya untuk melakukan kegiatan dalam rangka mengantisipasi dampak dari peristiwa tersebut. Termasuk menggiatkan kembali Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini melalui sosialisasi terhadap masyarakat.

Untuk bahan/leaflet penyuluhan tentang bencana dapat di download melalui http://inseparfoundation.wordpress.com/bahanleaflet-untuk-sosialisasi-bencana

Kamis, 25 Maret 2010

PENDAFTARAN CALON TKHI/PPIH 2010


dapat di buka melalui www.tkhi.depkes.go.id/tkhi

Pusat Kesehatan Haji
Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI
Prosedur Pendaftaran Petugas Kesehatan Haji 2010
1. Mengisi Formulir Registrasi Online yang terdiri dari 5 langkah :
• Tahap 1 : Persetujuan Mematuhi Persyaratan
• Tahap 2 : Mengisi Data Utama Formulir
• Tahap 3 : Melengkapi Data Identitas dan Pekerjaan
• Tahap 4 : Konfirmasi Data
• Tahap 5 : Cetak Bukti Registrasi
2. Mempersiapkan kelengkapan Berkas Pendaftaran :
a) Bukti Registrasi Online ( Print Out Hasil Pengisian Formulir Registrasi ) yang ditandatangani oleh
Pemohon di atas Materai dan ditandatangani oleh atasan langsung.
b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c) Fotokopi ijazah dilegalisir oleh atasan langsung
d) Fotokopi Sertifikat Keahlian atau Surat Referensi Kemampuan yg dilegalisir Atasan
(Sertifikat keahlian yang dibutuhkan dapat dilihat pada pengumuman aspek penilaian)
e) Fotokopi Surat Nikah
f) Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR)/ Surat Izin Praktek (SIP) Bagi Dokter atau
Fotokopi SIKP (Surat Izin Kerja Perawat) Bagi Perawat
g) Surat Izin Suami & Materai (untuk petugas wanita yang sudah menikah)
h) Surat Keterangan Prestasi & Disiplin Kerja dari Atasan
i) Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas atau RS Pemerintah
j) Surat Keterangan Tidak Hamil (untuk petugas wanita)
k) Surat Pernyataan Tidak Memahrami Petugas Kesehatan Haji Lainnya
l) Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas atau RS Pemerintah.
3. Mengirimkan Berkas Pendaftaran ke alamat :

Kepala Pusat Kesehatan Haji
Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
Gedung Baru Kementrian Kesehatan Lantai 7
Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kapling No.4-9
Jakarta Pusat

Kamis, 18 Maret 2010

TINJAUAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA

Bencana merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bahkan sangat akrab dengan telinga masyarakat kita. Bencana adalah suatu kejadian yang mengganggu upaya kegiatan hidup sehari-hari. Gangguan tersebut umumnya datang secara mendadak, tidak pernah terpikirkan sebelumnya dan akibatnya sangat mengerikan. Kata bencana juga memberikan pengertian adanya korban jiwa, kematian atau cidera serta gangguan terhadap kesehatan manusia. Selain manusia yang menjadi korban, juga kemungkinan terjadinya kehilangan harta benda, kerusakan bangunan serta fasilitas layanan masyarakat seperti putusnya aliran listrik, rusaknya jaringan komunikasi dan rusaknya sarana kesehatan. Kejadian bencana juga sangat berkaitan erat dengan perlunya penyediaan penampungan, makanan, pakaian, obat-obatan bagi masyarakat yang terlanda bencana terutama bila terjadi pengungsian ketempat yang lebih aman untuk
sementara waktu.

Melihat hal-hal yang erat kaitannya dengan kata bencana, maka bencana menurut Undang Undang No. 24 Tahun 2007 dapat diartikan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alam dan/atau factor nonalam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Secara garis besar bencana dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu
bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit. Sedangkan bencana social adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.

Bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan demografis, Indonesia
merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial. Secara geografis, Indonesia rawan terhadap bencana gempa bumi maupun tsunami karena wilayahnya terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik di dunia, yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia, serta lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Selain itu Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api, mengingat
Indonesia memiliki 129 gunung berapi aktif yang dapat meletus kapan saja. Curah hujan yang ekstrem, perbukitan dengan lereng sedang hingga terjal, dengan jenis tanah lolos air tinggi dan kurangnya vegetasi berakar kuat dan dalam juga merupakan faktor-faktor kerentanan lainnya terhadap bencana banjir maupun gerakan/tanah longsor. Selain itu, dari aspek demografis, keanekaragaman ras, budaya, dan agama sering menjadi pemicu konflik sosialyang terjadi di Indonesia.

Selasa, 16 Maret 2010

PRIA TERPENDEK DI DUNIA MENINGGAL


Pria terpendek di dunia, He Pingping dari China yang hanya 74 Cm tingginya, meninggal pada usia 21 tahun karena tampaknya komplikasi penyakit jantung, buku Guinness World Record mengumumkan.

He, yang menderita bentuk kekerdilan primordial dan diakui sebagai pemegang rekor dunia pada 2008, meninggal Sabtu (13/3/2010) di Roma, tempat ia mengambil bagian dalam pertunjukan TV.

"Untuk seorang pria kecil seperti itu, ia telah membuat pengaruh sangat besar di sekeliling dunia," Craig Glenday, redaktur pelaksana Guinness World Records yang bermarkas di Inggris, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Ia lahir di wilayah Inner Mongolia di bagian utara China pada 1988. Menurut BBC, ia dibawa ke rumah sakit dua pekan lalu setelah menderita keluhan di dada. Guinness mengumumkan kematianya pada Senin malam.

Ia adalah perokok terus-menerus dan keluarganya mengatakan ia berhenti tumbuh setelah berusia 18 tahun.

Sumber> Beijing, Kompas.com

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya dan lebih khusus lagi sebagai usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja.

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang dimaksud dengan Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Tujuan dan sasaran Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah menciptakan suatu system keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien , dan produktif .
Untuk pembuktian penerapan dan sejauh mana tingkat penerapan System Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk pemerintah. Audit system manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan system manajemen K3. Audit harus dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang sudah ditetapkan. Frekwensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakanoleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.

Defenisi dari Kesakitan dan Kecelakaan Kerja dan Faktor penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah setiap kecelakaan yang misalnya terpotong, fraktur, terkilir, atau teramputasi, akibat dari kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan atau dari keterlibatan dalam sebuah kejadian di dalam lingkungan kerja. Kesakitan kerja adalah kondisi abnormal atau gangguan yang berbeda dengan kecelakaan kerja, yang disebabkan akibat terpapar factor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan pekerjaan. Termasuk penyakit akut dan kronis atau penyakit yang mungkin disebabkan oleh terisap, terserap, termakan atau terjadinya kontak langsung dengan bahan racun atau bahan-bahan berbahaya.
Terlepas dari yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya peningatan keselamatan dan kesehatan kerja, yang secara opersional dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, perlu pula dilihat factor-faktor yang dapat meyebabkan kecelakaan kerja yang dapat dipakai sebagai kerangka acuan dalam merencanakan program kesehatan dan kecelakaan kerja.


Faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja, yaitu:
1. Faktor manusia
2. Faktor peralatan kerja
3. Faktor lingkungan kerja.
Manusia atau pekerja tentu saja memiliki keterbatasan-keterbatasan, dalam arti bisa lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-kesalahan, yang bisa disebabkan oleh berbagai persoalan pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melakukan pekerjaan. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan harus melakukan pelatihan-pelatihan dalam melakukan pekerjaan secara baik, membuat pedoman pelaksanaan kerja secara tertulis, meningkatkan disiplin, melakukan pengawasan oleh atasan langsung, dan memberikan reward bagi yang mengikuti prosedur yang benar.
Peralatan kerja atau pelindung bisa rusak atau tidak memadai. Untuk itu perusahaan senantiasa harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai dan melatih setiap pegawai untuk memahami karaktersitik setiap peralatan dan mekanisme kerja peralatan tersebut.
Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek dan terlalu penuh, penerangan, ventilasi yang tidak memadai. Selain itu, iklim psikologis di antara para pekerja bisa kurang baik. Sehingga perusahaan harsus membangun teamwork yang baik melalui berbagai macam program. Shingga dapat dikatakan bahwa program K3 harus dilakukan melalui pendekatan system, yaitu membenahi keseluruhan elemen yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja.
2.3. Kewajiban perusahaan dalam meningkatkan K3
Secara umum, kewajiban perusahaan dalam meningkatkan keselamatan kerja, yaitu:
1. Memelihara tempat kerja yang aman dan sehat bagi pekerja.
2. Mematuhi semua standard an syarat kerja.
3. Mencatat semua peristiwa kecelakaan yang tejadi yang berkaitan dengan keselamatan kerja.
Yang dilakukan perusahaan tentunya sesuai dengan situasi yang dihadapi perusahaan, dikaitkan dengan factor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja yang ada, dana yang dimiliki, sumber daya manusia yang dimiliki, jenis pekerjaan, dan tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah.
Secara spesifik kewajiban tersebut diatur dalam undang-undang, yang di suatu negara dapat berbeda-beda dengan negara lain.
Bagaimana penerapan K3 di Indonesia dan di Negara maju (USA)?
Di Indonesia , setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan mempunyai potensi bahaya atau dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran, dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem manjemen K3. Sistem manjemen K3 wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha, dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.
Dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Kebijakan K3 adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani pengusaha atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan. Komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang selanjutnya harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh tenaga kerja, pemasok, dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.
K3 diatur dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 Januari 1970. Dalam pasal 3 ayat 1, yaitu:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberilan alat perlindungan diri pada pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, atau radiasi, suara, dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik atau psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. Dst
Pemerintah Indonesia merumuskan pedoman system manajemen K3 yang dituangkan dalam peraturan pemerintah No. Per.05/MEN/1996 tentang system manjemen system keselamatan dan kesehatan kerja yang pada intinya menyatakan:
1. Tujuan dan sasaran system manajemen K3 yaitu u ntuk menciptakan suatu system keselamatan dan kesehatan kerja di temapt kerja yang melibatkan manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi untuk mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan menciptakan tempat kerja yang efisien dan efektif (Pasal 1).
2. Dalam rangka mencapai tujuan di atas, pasal 4 mengatakan bahwa perusahaan wajib:
a. Menetapkan kebijakan K3 dan adanya komitmen terhadap penerapan system manajemen K3.
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan K3.
c. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme dan pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran K3.
d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan system manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatakn kinerja K3.
3. Selanjutnya Undang-undang tersebut mengemukakan pedoman penerapan system manajemen K3 yang pada intinya merumuskan berbagai aspek yang berkaitan dengan : Komitmen manjemen terhadap K3, pelembagaan K3 di perusahaan, strategi, pelaksanaan, pengevaluasiaan, pengadministrasian, dan beberapa aspek yang tekait dalam upaya perbaikan dan pencapaian tujuan, program sebagai pedoman pelaksanaan, sebagaiman tertuang dalam lampiran 1: Per Menaker kerja No: Per.05/MEN/1996 tanggal 12 Desember 1996.
Sejalan dengan upaya untuk melaksanakan PP No. 4 Tahun1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), khususnya pasal 2 ayat 4 yang telah diubah melalui PP No. 14 Tahun 83 tahun 2000 tentang perubahan PP No. 14 tahun 1993, maka perusahaan dapat menyelenggarakan sendiri program Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar.
Penerapan K3 di USA
Di USA, majikan, serikat pekerja, pegawai, dan pemerintah memiliki ketertarikan yang besar dalam hal kesehatan dan keselamatan yang dihubungkan dengan tempat kerja. Jumlah kecelakaan kerja, kesakitan, dan kematian , ternyata mengejutkan. Menurut Dewan Keamanan nasional US, setiap dua jam dalam hari kerja terjadi kejadian yang fatal dan kecelakaan yang melemahkan terjadi setiap dua detik. Biaya kecelakaan industri dalam perekonomian US diperkirakan sekitar $120,7 milyar per tahun.
Organisasi menengah (50-100 pekerja) memiliki angka kejadian yang sangat tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil dan besar. Ini mungkin akibat dari ketidakmampuan perusahaan menengah memberikan program keselamatan yang luas atau tidak dapat dengan seksama mengawasi para pekerja mereka. Kondisi kerja yang seringkali tidak dapat dicegah dan terjadi kecelakaan serius, sehingga para pekerja membutuhkan manajemen untuk melaksanakan perlindungan.
The Occupational Safety and health Administration Act (OSHA)
Osha di didirikan pada tahun 1970 oleh US Departmen of Labor. Di bentuk untuk mengurangi penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Misi resmi OSHA adalah melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja di US dengan melibatkan majikan dan pekerja dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik.
Tujuan OSHA adalah melaksanakan:
1. Dukungan kepada Majikan dan pekerja untuk mengurangi bahaya di tempat kerja dan mengimplementasikan atau memajukan program kesehatan dan keselamatan yang ada atau dengan program baru.
2. Menyediakan untuk penelitian mengenai kesehatan dan keselamatan kerja untuk pengembangan cara-cara inovatif yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Membina ‘separate but dependent responsibilities and rights’ untuk majikan dan pekerja untuk mencapai kondisi kesehatan dan keselamatan yang lebih baik.
4. Menjaga sistem laporan dan pelaporan untuk memonitor angka kesakitan dan kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
5. Mengadakan program pelatihan untuk meningkatkan jumlah dan kemampuan personel kesehatan dan keselamatan kerja.
6. Pengembangan standar wajib kesehatan dan keselamatan kerja dan pelaksanaannya secara efektif.
7. Menyediakan pengembangan, analisis, evaluasi, dan mengesahkan program-program resmi kesehatan dan keselamatan kerja.
Program-program untuk mengurangi kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi empat bagian umum, yaitu: Personnel selection, pelatihan bagi pekerja, program insentif, perundang-undangan dan peratura keselamatan. Keempat program tersebut telah terpenehi pada 50 prinsip kunci untuk Budaya Keamanan Total (total safety culture), di antaranya yaitu:
1. Keamanan harus menjadi penggerak dari dalam, bukan dari luar.
2. Perubahan budaya menjadi wajib bagi orang untuk mengerti semua prinsip dan bagaimana mengiplementasikannya.
3. Budaya Keamanan Total mewajibkan perhatian yang terus-menerus terhadap tiga bidang: lingkungan, tingkahlaku, dan pribadi.
4. Program insentif keselamatan harus difokuskan pada proses daripada hasil akhir.
5. Dll (Dr. Geller has 50 principle)
Masalah-masalah terkini di USAyang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan, seperti AIDS, drugs, merokok, dan kekerasan di tempat kerja

KESIMPULAN
Dalam hubungan industrial, dikenal ada 2 jenis tuntutan buruh, yaitu tuntutan normative dan tuntutan nonnormatif. Salah satu tuntutan buruh yang bersifat normative adalah penerapan Keselamatan dan kesehatan kerja. Tuntutan normative lainnya yaitu: upah minimum, upah lembur, cuti haid, cuti hamil, cuti tahunan, jaminan social tenaga kerja, dsb. Sedangkan yang termasuk tuntutan nonnormatif meliputi kenaikan upah, uang makan, uang transport, kepentingan keluarga, perbaikan menu makanan, tempat ibadah, pakaian kerja, THR, bonus, dsb.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya dan lebih khusus lagi sebagai usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja.
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan masalah penting yang tidak sederhana di Indonesia dan US.

DAFTAR PUSTAKA
Cosmas batubara,DR. Hubungan Industrial. Sekolah Tinggi manajemen (PPM). Jakarta. 2008
Marihot Tua Efendi H,Drs. Manajemen Sumber Daya Manusia. Grasindo.Jakarta. 2002
B ssiwanto Satrohadiwirjo,DR. Manajemen tenaga Kerja Indonesia. Bumi Aksara.Jakarta. 2002
Susan M Stewart. Employee Health and Safety. McGraw-Hill Irwin. New York. 2007